PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Selama ini perkembangan usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia mendapat perhatian serius baik dari pemerintah maupun kalangan masyarakat luas, terutama karena kelompok unit usaha tersebut menyumbang sangat banyak kesempatan kerja dan oleh karena itu menjadi salah satu sumber penting bagi penciptaan pendapatan. Selain itu, UKM juga berperan sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan PDB dan ekspor nonmigas, khususnya ekspor barang-barang manufaktur. Karena pentingnya tiga peran ini, maka secara metodologi, perkembangan UKM di dalam suatu ekonomi selalu diukur dengan tiga indikator, yakni jumlah L, NOL atau NT, dan nilai X dari kelompok usaha tersebut, baik secara absolut maupun relatif terhadap usaha besar.
UKM tedapat di semua faktor ekonomi, termasuk di industri manufaktur dan perdagangan. Oleh karena industri dan dagang kecil (IDK) tergolong dalam batasan UK menurut Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang UK, maka batasan IDK didefinisikan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersil yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar Rp 1 miliar atau kurang batasan mengenai skala usaha menurut BPS, yaitu berdasarkan kriteria jumlah L sudah mulai juga digunakan oleh Deperindag, yakni sebagai berikut. Industri dan dagang mikro (IDMI): 1-4 orang; industri dan dagang kecil (IDK): 5-19 orang; industri dan dagang menengah (IDM): 20-99 orang, dan industri dan dagang besar (IDB):100 orang atau lebih.
B. PERKEMBANGAN JUMLAH UNIT DAN TENAGA KERJA DI UKM
Selama tahun 1997-2001 jumlah unit usaha dari semuaskala mengalami peningkatan sebesar 430.404 unit dari 39.767.207 unit tahun 1997, menjadi 40.197.611 unit tahun 2001. Secara parsial, kelompok unit usaha yang paling banyak adalah UK, yang jumlahnya tahun 1997 sebesar 39,7 juta unit lebih dan tahun 2001 diperkirakan mencapai 40 juta unit lebih. Saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya pada tahun 1998, usha dari semua kategori mengalami pertumbuhan negatif, yang mana jumlah UK sendiri berkurang hampir 3 juta unit atau pertumbuhan sekitar -7,4%. sedangkan, UM dan UB mengalami pertumbuhan negatif lebih besar, yakni masing-masing 14,2% dan 12,7%. Perbedaan ini mengidentifikasi bahwa UM dan UB mengalami efek negatif lebih besar dibandingkan UK dari krisis ekonomi.
Jumlah unit UKM bervariasi menurut sektor, dan terutama UK terkonsentrasi di pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Tahun 1997, jumlah UK di sektor tersebut tercatat 22.511.588 unit, dan tahun 1998 jumlahnya meningkat menjadi 23.097.871 unit, atau tumbuh 2,6% (dibandingkan UM yang tumbuh 1,2%) Variasi ini erat kaitanya dengan sifat alamiah yang berbeda antarsektor, misal dalam aspek-aspek pasar (voleme, struktur, dan sistem atau pola persaingan, perubahan harga, dan sistem distribusi); ketersedian input, kebutuhan dan ketersediaan teknologi; SDM dan modal; kebijakan sektoral dan ekonomi makro; dan bentuk serta tingkat persaingan antara sesama UKM dan antara UKM dengan UB dan produk-produk impor.
Secara teori, perbedaan kinerja UKM di sektor pertanian dengan kinerja UKM di sektor industri pengolahan dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis dari sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, UKM di sektor pertanian (atau usaha pertanian pada umumnya) tidak mengalami supply bottleneck akibat depresi rupiah seperti yang banyak dialami oleh UKM di sektor industri pengolahan. Alasan utamanya adalah karena UKM di sektor pertanian tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku dan inputlainnya dan juga tidak pada kredit perbankan; sedangkan di sektor industri pengolahan banyak sekali UKM yang memakai bahan baku, alat-alat produksi dan input lainnya yang diimpor, serta yang membiayai produksinya dengan pinjaman dari bank atau daru UB lewat program-program kemitraan usaha yang dipelopori pemerintah pada zaman Soeharto. Selain itu, selama krisis banyak orang yang di PHK di sektor industri pengolahan, kembali ke desa asalnya dan membuka pertanian skala kecil, dan ini tentu menambah jumlah unit UKM di sektor tersebut. Dari sisi permintaan,pasar domestik untuk komoditi-komoditi pertanian tetap besar,sekalipun pada masa krisis karena orang tetap harus makan; sementara pasar luar negeri semakin terbuka karena daya saing harga dari komoditi-komoditi petanian di indonesia mengalami peningkatan pada saat nilai tukar rupiah mengalami penurunan.
Distribusi jumlah unit menurut skala usaha dan sektor menunjukkan bahwa di satu sisi, UKM memiliki keunggulan atas UB di pertanian, dan di sisi lain, dilihat dari jenis produk yang dibuat, jenis teknologi dan alat-alat produksi yang dipakai, dan metode produksi yang diterapkan, UKM di Indonesia pada umumnya masih dari kategori usaha ‘primitif’. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan UKM di negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan yang sangat unggul dalam produksi barang-barang jadi maupun setengah jadi seperti komponen-komponen mesin, otomotif, dan alat-alat elektronika.
UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam penciptaan/pertumbuhan kesempatan kerja, menunjukan bahwa kelompok usaha ini mengerjakan jauh lebih banyak orang dibandingkan jumlah orang yang bekerja di UB.
Pentingnya UKM sebagai salah satu sumber pertumbuhan kesempatan kerja di indonesia tidak hanya tercerminkan pada kondisi statis, yakni jumlah orangyang bekerja di kelompok usaha tersebut yang jauh lebih banyak daripada yang diserap oleh UB, tetapi juga dapat dilihat pada kondisi dinamis, yakni dari laju kenaikannya setiap tahun yang lebih tinggi daripada di UB. Di dalam kelompok UKM juga terdapat perbedaan antara UK dan UM.
C. NILAI OUTPUT DAN NILAI TAMBAH
Peran UKM di Indonesia dalam bentuk kontribusi output terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB cukup besar, walaupun tidak sebesar kontribusinya terhadap penciptaan kesempatan kerja. Kontribusi NO atau NT terhadap pembentukan PDB jauh lebih besar dibandingkan kontribusi dari UM. Akan tetapi, perbedaan ini tidak dikarenakan tingkat produktivitas di UK lebih tinggi daripada di UM, melainkan lebih didorong oleh jumlah unit dan L yang memang jauh lebih banyak di UK dibandingkan di UM (dan UB).
Dari data BPS (statistik Indonesia 2001) mengenai NO dan NT dari UK di sektor industri manufaktur menurut kelompok industri (kode 31 s/d 39), ada beberapa hal yang menarik. pertama, NO atau NT bervariasi menurut subsektor, dan yang paling banyak (seperti juga ditunjukan oleh data dari sumber lain) yakni makanan, dan minuman, dan tembakau (31),tekstil dan produk-produknya (TPT), dan kulit serta produk-produknya(32), dan kaqyu beserta produk-produknya (33), yang memberi suatu kesan bahwa IK dan IMI pada umumnya lebih unggul di ketiga subsektor itu dibandingkan di subsektor-subsektor lainnya. Kedua, di beberapa kelompok industri seperti 31 dan 33, NO atau NT dari IMI lebih besar dibandingkan IK.
sedangkan hasil SUSI (2000) menyajikan data mengenai nilai produk bruto (NO), biaya antara, dan upah serta gaji dari usaha tidak berbadan hukum. Dari selisih antara NO dan biaya antara, bisa didapat suatu gambaran mengenai besarnya NT yang diciptakan oleh kelompok usaha ini. Perdagangan besar,eceran, dan rumah makan serta jasa akomodasi merupakan sektor dimana usaha tidak berbadan hukum menghasilkan NO paling besar; disusul kemudian industri pengolahan. Disektor terakhir ini, NO dari IMI sedikit lebih kecil dibandingkan NO yang diciptakan oleh Ik. Didalam SUSI 2000, NO dan perhitungan NT-nya dari usaha tidak berbadan hukum juga di jaabarkan menurut wilayah.
D. EKSPOR
Selain kontribusinya terhadap pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting pendapatan, UKM di Indonesia juga sangat diharapkan karena memang mempunyai potensi besar sebagai salah satu sumber penting perkembangan (diversifikasi) dan pertumbuhan X, khususnya X manufaktur. Kemampuan UKM Indonesia untuk merealisasikan potensi X-nya ditentukan oleh suatu kombinasi dari sejumlah faktor-faktor keunggulan relatif yang dimiliki UKM Indonesia atas pesaing-pesaingnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam konteks ekonomi/ perdagangan internasional, pengertian dari keunggulan relatif dapat didekati dengan keunggulan komperatif . keunggulan komporatif yang dimiliki Uk Indonesia terutama sifatnya yang padat karya (dan Indonesia memiliki jumlah L yang besar), keterampilan “Tradisional“ yang dimiliki pengusaha kecil (dan pekerja-pekerja) dalam mambuat produk terutama barang-barang kerajinan (yang merupakan keterampilan masyarakat yang sudah dimiliki lama dari generasi ke generasi), dan bahan baku yang berlimpah (khususnya produk berbasis pertanian). Sayangnya Uk di Indonesia relatif masih lemah terutama dalam SDM di banding manajemen, pemasaran, proses produksi yang modern atau lebih maju (diluar produksi secara tradisional), inovasi dan penguasaan teknologi.
Hasil SUSI 2000, memberikan fakta empiris mengenai banyaknya usaha tidak berbadan hukum yang melakukan X (secara langsung maupun tidak langsung lewat perantara seperti pedagang, perusahaan perdagangan atau trading houses). Dari survei ini ada dua hal yang menarik. Pertama, dari 14.948 unit yang melakukan penjualan kepasar luar negri sebagian besar adalah dari kategori IK (13.191 unit), pola distribusi ini memberi suatu indikasi bahwa Ik lebih berorientasi X dibnbandingkan IMI. Hal kedua yang menarik adalah bahwa dari 20.454 unit yang melakukan X, tidak semuanya menjual 100% dari produk mereka ke pasar luar negri. Ada yang mengekspor sebagian kecil saja dari produk mereka dan sisanya dijual ke pasar domestik.
Hasil SUSI 2000 juga memberikan informasi mengenai distribusi dari 20.454 unit yang melakukan X menurut wilayah. Sebagian besar terdapat di jawa dan Bali, seperti yang di bahas sebelumnya erat kaitannya dengan kenyataan bahwa populoasi dari Uk di Indonesia terkonsentrasi di Jawa dan Bali. Hal yang menarik dari data ini bahwa tidak ada satu unit pun di kalimantan dan maluku serta Irian jaya yang melakukan X. Hal ini memberi kesan UK di kawasan Barat lebih maju dan lebih berorientasi ekspor dibandingkan rekannya dikawasan Timur (kecuali sulawesi dan nusa tenggara yang jumlahnya relatif kecil).
E. PROSPEK UKM DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS DAN GLOBALISASI PEREKONOMIAN DUNIA
Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sektor ekonomi, era
perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun disisi lain akan menciptakan bamyak tantangan yang apabila tidak dapat dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi ancaman. Bentuk kesempatan dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda menurut jenis kegiatan ekonomi yang berbeda. Globalisasi perekonomian dunia juga memperbesar ketidakpastian terutama karena semakin tingginya mobilisasi modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya serta semakin terintegrasinya kegiatan produksi, investasi dan keuangan antarnegara yang antara lain dapat menimbulkan gejolak-gejolak ekonomi di suatu wilayah akibat pengaruh langsung dariketikstabilan ekonomi di wilayah lain.
1. Sifat Alami dari Keberadaan UKM
Laju pertumbuhan negatif dari jumlah UK lebih kecil dibandingkan apa yang dialami oleh UM dan UB. Perbedaan ini disuatu sisi memberi suatu kesan bahwa pada umumnya UK lebih “ tahan banting” dibandingkan dua kelompok usaha lainnya itu dalam menghadapi suatu gejolak ekonomi.
Relatif lebih baiknya UK dibandingkan UM atau UB dalam menghadapi krisis
ekonomi tahun tahun 1998 tidak lepas dengan sifat alami dari keberadaan UM, apalagi UB di indonesia. Sifat alami yang berbeda ini sangat penting untuk dipahami, agar dapat memprediksi masa depan UK atau UKM.
Seperti dibanyak LCDs lainnya, UK di Indonsia didominasi oleh unit-unit usaha tradisional, yang di satu sisi, dapat di bangun dan beroperasi hanya dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan tanpa perlu menerapkan sistem organisasi dan manajemen modern yang kompleks dan mahal, seperti di usaha-usaha modern (UB dan hingga tingkat tertentu UM), dan di sisi lain, berbeda dengan UM, UK pada umumnya membuat barang-barang konsumsi sederhana untuk kebutuhan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk membuat barang-barang tersebut, UK tidak terlalu memerlukan L dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi dan harus digaji mahal (tidak perlu memakai seorang manajer dengan diploma MBA atau yang memiliki diploma sarjana ekonomi atau seorang insinyur) dan tidak membutuhkan teknologi (T) canggih dalam bentuk mesin-mesin dan alat-alat produksi modern, oleh karena itu, tidak mengherankan bila melihat Indonesia adalah dari kelompok masyarakat berpendidikan rendah (SD), dan kebanyakan dari mereka menggunakan mesin serta alat produksi sederhana atau hasil rekayasa sendiri.
Implikasi dari sifat alami ini bebeda dengan UM dan UB. UK sebenarnya tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas dari pemerintah termasuk skim-skim krdit murah. Banyak studi yang menunjukan bahwa ketergantungan UK
terhadap modal dari sumer-sumber informal jauh lebih besar daripada terhadap
kredit perbankan karena berbagai alasan.
2. Kemampuan UKM
Dalm era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan T, penguasaan ilmu pengetahuan, dan kualitas SDM yang tinggi (profesionalisme) merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan menjadi dominan dalam menentukan bagus tidaknya prospek dari suatu usaha. Jika pengusaha kecil dan menengah Indonesia tidak memiliki ketiga keunggulan kompetitif tersebut bahkan, UKM indonesia akan terancam tergusur dari segmen pasarnya sendiri oleh produk-produk M dengan harga yang lebih murah dan kualitas serta disain yang lebih baik, seperti yang terjadi sekaarang dengan membanjirnya barang-barang dari Cina sampai kepasar-pasar tradisional.
Pentingnya ketiga faktor keunggulan kompetitif tersebut dikombinasikan dengan faktor-faktor kekuatan lainnya yang sangat menentukan prospek UKM di masa depan. Didalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, lingkungan eksternal domestik dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yang merupakan tiga tantangan yang dihadapi oleh setiap perusahaan di Indonesia. Jika perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak siap, tantangan-tantangan tersebut bisa berubah menjadi Empat ancaman.
Sumber:
• Buku perekonomian indonesia Dr. Tulus T.H. Tambuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar